Minggu, 26 April 2015

KRISIS EKONOMI



KRISIS EKONOMI
A.    Jenis Krisis Ekonomi dan Jalur Transmisi Dampaknya
            Suatu perubahan ekonomi dapat menjelma menjadi suatu krisis ekonomi. Dilihat dari proses terjadinya, krisis ekonmi mempunyai dua sifat yang berbeda. Pertama, krisis ekonomi yang terjadi secara mendadak atau muncul tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, yang umum disebut goncangan ekonomi tak terduga. Seperti kenaikan harga minyak pada tahun 1974, kenaikan harga minyak tersebut disebut sebagai krisis minyak. Sedangkan bagi indonesia yang saat itu masih menjadi salah satu pengekspor minyak di dunia, peristiwa tersebut merupakan suatu keuntungan besar (oil bloom) bagi pemerintah.
1.      Krisis Produksi
Krisis ini termasuk tipe krisis ekonomi yang bersumber dari dalam negeri. Krisis tersebut bisa dalam bentuk penurunan produksi domestik secara mendadak dari sebuah komoditas pertanian, misalnya padi/beras. Penurunan produksi tersebut  berakibat langsung pada penurunan tingkat pendapatan rill dari para petani dan buruh tani padi. Selanjutnya jika pemerintah disebuah provinsi yang mengalami penurunan produksi padi tidak melakukan impor padi untuk mengkompensasi kekuranagn beras di pasar lokal akibat penuruan produksi tersebut, maka akan terjadi kelebihan permintaan terhadap padi di provinsi tersebut, dan sesuai dengan mekanise pasar maka, harga beras di provinsi tersebut akan melonjak tinggi yang berakhir dengan laju inflasi yang tinggi.
2.      Krisis Perbankan
Damapk langsung atau fase dari efek krisis perbankan adalah kesempatan kerja dan pendapatan yang menurun di subsektor keuangan tersebut. Pada fase kedua krisis perbankan merembet ke perusahaan-perusahaan yang sangat tergantung pada sektor perbankan dalam pembiayaan kegiatan-kegiatan produksi. perusahaan-perusahaan tersebut sedang mengalami kekurangan dana atau bangkrut, atau perusahaan masih bisa mendapatkan kredit tetapi dengan tingkat suku bunga pinjaman (R) yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada saat perbankan dalam keadaan normal.


3.      Krisis Nilai Tukar
Suatu perubahan kurs dari sebuah mata uang, misalnya rupiah terhadap dolar AS yang dianggap krisis apabila kurs dari mata uang tersebut megalami penurunan atau depresiasi yang sangat besar yang prosesnya mendadak atau berlangsung terus-menerus yang membentuk sebuah tern yang meningkat (rupiah per satu doalr AS ). Dampak langsung dari perubahan tersebut adalah pada ekspor dan impor. Paling tidak, menurut teori konvensional mengenai perdagangan inernasional, depresiasi nilai tukar dari suatu mata uang terhadap misalnya dolar AS yang membuat daya saing harga dar produk-produk buatan negara dari mata uang tersebut membaik, yang selanjutnya membuat volume ekspornya meningkat.
Di sisi impor akibat kurs mata uang nasional melemah, misalnya dalam rupiah, dari Rp 2.000 per satu dolar AS menjadi Rp 10.000 per satu dolar AS, maka harga-harga dalam rupiah di pasar dalam negeri dari produk-produk impor akan naik, yang bahkan bisa mengakibatkan meningkatnya laju inflasi di Indonesia. Besar pengaruhnya terhadap laju inflasi sangat tergantung pada jenis produk yang paling banyak diimpor ( barang-barang kebutuhan pokok atau bahan baku ) dan keterkaitan antar barang-barang yang diimpor dengan kegiatan dalam negeri.
4.      Krisis Perdagangan
Dalam hal krisis ekonomi yang berasal dari sumber –sumber eksternal, ada dua jalur utama, yaitu perdagangan dan investasi/arus modal . Di dalam jalur perdagangan itu sendiri ada dua sub-jalur, yaitu ekspor dan impor (barang dan jasa ). Dalam jalur ekspor, misalnya ekspor barang, suatu krisis bagi negara eksportir turun  secara drastis atau permintaan dunia terhadap komoditas tersebut menurun secara signifikan.
      Dalam ekspor jasa, suatu krisis bisa terjadi jika jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke dalam negeri menurun secara drastis, atau jumlah pengiriman uang ke Indonesia dari tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri mengalami pengurangan secara signifikan. Dalam hal impor, suatu kenaikan harga dunia yang signifikan atau suatu penurunan secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar dari persediaan dunia untuk suatu komoditas yang di perdagangkam di pasar global dapat menjadi suatu krisis ekonomi yang serius bagi negara-negara importir jika komoditas itu sangat krusial, misalnya beras, atau minyak yang juga sering merupakan komoditas-komoditas kunci bagi masyarakat miskin.
Dalam kasus ini, jalur-jalur transmisi paing utama adalah perubahan-perubahan dalam output, inflasi dan kesempatan kerja. Kelompok-kelompo masyarakat yang paling rentan terhadap krisis tipe ini yaitu : pertama, perusahaan yang sangat bergantung pada minyak seagai sumber energi atau bahan baku utama dan pekerja-pekerja di perusahaan tersebut. Dan kedua, lewat keterkaitan produksi dan konsumsi pendapatan domestik, yaitu perusahaan tau sektor-sektor yang terkait, termasuk pekerja-pekerja.
5.      Krisis Modal
Suatu pengurangan modal di dalam negeri dalam jumlah besar atau penghentian bantuan serta pinjaman luar negeri akan menjadi sebuah krisis ekonomi bagi banyak negara miskin di dunia, seperti di Afrika dan Asia Tengah yang ekonomi mereka selama ini sangat tergantung pada ULN atau hibah internasional. Suatu pelarian modal, baik yang berasal dari sumber dalam negeri maupun modal asing, terutama investasi asing jangka pendek ( uang panas ), dalam jumlah yang besar dan seacara menadadak bisa menjelma menjadi sebuah krisis besar bagi ekonomi dari negara-negarayang sangat memerlukan modal investasi.
Proses mulai dari larinya mdal ke luar negeri hingga menjadi sebuah krisis ekonomi sangat sederhana, dana investasi di dalam negeri berkurang, investasi menurun ,kegiatan produksi dan tingkat produktivitas menurun, pertumbuhan ekonomi merosot, jumlah angkatan kerja yang bisa bekerja berkurang, tingkat pendapatan rill menurun dan pada akhirnya, tingkat kemiskinan bertambah. Di sisi lain, suatu pelarian modal dalam jumlah besar akan menyebabkan depresiasi nilai tukar mata uang dari negara bersangkutan.
B.     Jalur  Transmisi Kunci dan Indikator Monitoring Dampak Krisis
Sebuah krisis ekonomi bisa memiliki jalur-jalur pertama, kedua dan ketiga sekaligus, tergantung pada tipe krisis tersebut. Juga dalam sebuah krisis ekonomi yang mempengaruhi lebih dari satu sektor ekonomi, sebuah jalur transmisi bisa masuk kategori primer untuk satu sektor sementara untuk sektor-sektor lainnya yang juga terkena dampaknya, jalur tersebut masuk kategori sekunder. Misalnya, dalam kasus krisis perbankan, jalur output merupakan jalur primer (*), yaitu output dari sektor tersebut merosost, tetapi merupakan jalur sekunder (**) bagi perusahaan non-bank yang tergantung pada perbankan untuk pendanaan kegiatan-kegiatan produksi mereka .

C.     Analisis Empiris
1.      Krisis keuangan Asia 1997-1998
Krisis keuangan Asia muncul sekitar pertengahan tahun 1997 dan mencapai klimaksnya pada tahun 1998 dipicu awalnya oleh larinya modal, terutama modal asing jangka pendek. Dari Thailand, secara tiba-tiba da dalam jumlah yang tidak kecil, cukup kuat untuk membuat banyak investor dan pengusaha gugup dalam menanggapinya. Pelarian tersebut mengakibatkan nilai tukar bath terhadap dolar AS terdepresiasi dalam jumlah yang besar. Dalam jangka waku yang tidak lama, hal yang sama juga terjadi di Indonesia yang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah.
Dalam waktu yang tidak lama, depresiasi kurs rupiah tersebut menimbulkan suatu krisis keuangan yang paling besar yang pernah Indonesia alami dalam sejarah, dan memaksa sejumlah bank swasta tutup menjelang akhir tahun 1997 serta bergabungnya sejumlah bank mengakibatkan kepanikan masyarakat yang sangat besar, mereka berbondong-bondong menarik uang mereka dari semua  bank, khususnya bank-bank swasta nasional. Sebagai suatu akibat langsung dari tindakan masyarakat tersebut adalah munculnya sebuah efek domino, bank-bank sebenarnya tidak mempunyai masalah keuangan akhirnya ikut goyang akibat kehabisan dana dari pihak ketiga. Hal ini menimbulkan suatu krisis ekonomi yang terparah, yang pernah dialami Indonesia sejak tahun 1945.
Selain  menyebabkan sejumlah bank mengalami kesulitan likuiditas yang sanagt serius, depresiasi nilai tukar rupiah tersebut juga berdampak buruk pada perusahaan non-bank di dalam negeri yang banyak impor dan memiliki ULN dalam jumlah yang banyak dalam mata uang asing yang terapresiasi atau menguat terhadap rupiah, yaitu dolar AS. Banyak dari mereka harus berhenti beroperasi karena tidak sanggup membayar kembali ULN mereka atau meneruskan impor, terutama perusahan yang selama itu sangat tergantung pada impor utuk bahan baku utama bagi keperluan proses produksi mereka sanagat terpukul. Memang selama orde baru banyak perusahaa khususnya konglomerat, di dalam negeri selain sangat tergantung pada impor bahan baku dan input lainnnya juga membuat banyak ULN.
2. Krisis Ekonomi Global 2008-2009
            Krisis ekonomi global 2008-2009 dipicu oleh suatu krisis keuangan besar di AS pada tahun 2007 dan melalui keterkaitan keuangan global, krisis tersebut menjalar ke sebagian besar dunia, terutama negara-negara maju seperti jepang dan UE yang secara ekonomi dan keuangan sangat terintegrasi dengan AS. Krisis 2008-2009 tersebut mempengaruhi banyak negara melalui sejumlah jalur, yaitu ekspor, investasi dan pengiriman uang dari para pekerja migran. Namun demikian, jalur paling utama untuk sebagian besar negara-negara terkena dampaknya adalah ekspor, seperti yang dinyatakan di dalam Asia Development Outlook. Konsekuensinya, dampak dari krisis itu sangat luas terhadap volume ekspor, jumlah produksi, dan para pekerja dan keluarga mereka di negara-negara Asia yang berorientasi ekspor tersebut.
Satu hal yang menarik, bahwa sementara ekonomi dari negara-negara lain mengalami keterpurukan yang serius terutama selama bulan pertama tahun 2009. Indonesia tidak hanya mempertahankan pertumbuhan PDB yang positif, tetapi juga laju pertumbuhannya sedikit lebih tinggi selama kuartal pertama dan kedua tahun 2009. Kemampuan Indonesia memperthankan pertumbuhan ekonomi yang positif (walaupun dalam persentase yang kecil ) selama periode krisis terutama karena permintaan agregat di dalam negeri tetap bisa tumbuh dengan baik khususnya permintaan rumah tangga dan konsumsi pemerintah.
Pembentukan modal tetap domestik bruto di Indonesia juga tumbuh positif walaupun dalam suatu laju sangat rendah, tercatat hanya sekitar 0,9 % dalam enam bulan pertama 2009, sebelumnya mengalami laju pertumbuhan positif dua digit sejak pertengahan tahun 2007.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar