PELAKU-PELAKU EKONOMI
A.
Latar
Belakang Persoalan
Di
dalam sistem perekonomisn Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga
perekonomian. Ketiga pilar itu adalah usaha milik negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Swasta (BUMS ), dan Koperasi atau dapat dikatakan bahwa di dalam
perekonomian nasional ada dua kelompok pelaku ekonomi yanki swasta dan
pemerintah. Kelompok swasta dapat dibagi dalam dua sub-kelompok yaitu koperasi
dan perusahaan no-koperasi. Sedangkan kelompok pemerintah adalah BUMN. Menurut jumlah
unit usaha, jumlah BUMN jauh lebih kecil dibandingkan jumlah perusahaan swasta,
namun kelompok BUMN tersebut beroperasi
di sektor-sektor ekonomi yang sagat strategis seperti pertambangan, energi dan
di sejumlah industri manufaktur.
Peran
dari pelaku-pelaku ekonomi tersebut di dalam perekonomian Indonesia selama ini
dapat dilihat dari sejumlah indikator, terutaa dalam sumbangannya terhadap
pembentukan atau pertumbuhan PDB , kesempatan kerja, dan peningkatan cadangan
valuta asing (devisa) terutama lewat ekspor, dan sumbangannya terhadap keuangan
pemerintah lewat pembayaran pajak dan lainnya.
B.
Perusahaan-Perusahaan
Non-Koperasi
Walaupun
jumlah perusahaan skala besar, termasuk BUMN, saat ini jauh lebih banyak
dibandingkan pada awal orde baru, namun masih jauh lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah perusahaan skala mikro, kecil dan menengah (UMKM). Menurut database dari Menteri Negara Urusan
Koperasi dan IKM dan BPS, pada tahun 1997 ada sekitar 39,7 juta usaha mikro dan
kecil (UMK), dengan nilai penjualan rata-rata per tahun kurang dari Rp 1 miliar
per unit dari total unit usaha pada tahun itu.
Menurut
ASEAN Development Blueprint dor SMEs 20014-2014
dari sekretariat ASEAN, kelompok UMKM mengerjakan sekitar 75 hingga 90 persen
dari jumlah orang yang bekerja, terutama remaja dan wanita. Selain itu, UMKM
juga memainkan suatu peran yang sangat strategis didalam pembangunan sektor
swasta, khususnya sejak krisis ekonomi dikawasan tersebut pada tahun 1997-1998
lalu.
Menurut
wilayah, sebagian besar dari jumlah UMKM terdapat di Jawa. Misalnya untuk
kategori UMK, menunjukkan bahwa pada tahun 2003 dan tahun 2005 tercatat
masing-masing sekitar 69,05 persen dari 70,71 persen dari jumlah kelompok usaha
itu terdapat di Pulau Jwa dan Pulau Bali dan paling sedikit terdapat di Maluku
dan Papua. Salah satu ciri dari UMKM di Indonesia seperti juga terjadi di NB
lainnya, adalah mereka dari kelompok industri yang sama suka berlokasi
berdekatan satu sama lainnya di suatu wilayah. Di Indonesia banyak kegiatan
UMKM, khususnya UMK di daerah- daerah tersebar di seluruh Indonesia memang
sudah berlangsung turun-temurun, dan pada umumnya tiap daerah memiliki
spesialisasi tersendiri. Misalnya klaster-klaster UMKM di Jepara, Cirebon dan
Solo terkenal dengan spesialisasi pembuatan meubel dari kayu dan rotan.
Konsentrasi
dari UMK di Pulau Jawa juga bisa dikarenakan pulau ini merupakan wilayah di
Indonesia denagn tingkat kemiskinan tertinggi. Keran hubungan antara perumbuhan
UMK dan kenaikan tingkat pendapatan riil perkapita, yang artinya kegiatan UMK
merupakan pilihan terakhir bagi mereka yang tida bisa mendapat pekerjaan. Selama
ini, UMKM yang paling diharapkan dpata
berkembang dengan baik dan mempunyai daya saing global yang tinggi adaah UMKM
di industri manufaktur karena sektor ini dibandingkan sektor-sektor ekonomi
lainnya memiliki nilai tambah paling besar. Selain itu, industri adalah sumber
utama pengembangan teknologi.
Pada
umumnya, peran UMKM di NB dalam pembentukan total nilai tambah di sektor
industri atau PDB selalu lebih kecil dibandingkan peranannya sebagai pencipta
kesempatan kerja. Dalam kelompok UMKM itu sendiri juga ada perbedaan :
sumbangan UMK baik terhadap total output manufaktur maupun PDB lebih kecil
dibandingkan UM, walaupun jumlah unit usaha dari kelompok pertama jauh lebih banyak
dibandingkan dari kelompok usaha dari kelompok usaha terakhir.
C.
BUMN
Sejak
krisis ekonomi 1997-1998, BUMN menjadi salah saat topik perdebatan publik dan
akademis karena di satu sisi, citra BUMN yang selama ini buruk, antara lain
karena dianggap sebagai sarang KKN, sumber pemerasan dari birokrat, tidak
membawa manfaat bagi mayarakat banyak maupun sekitarnya. Sedangkan disisi lain,
upaya pemerintah melakukan privatisasi BUMN yang oleh banyak kalangan
masyarakat dianggap tidak sejalan dengan UUD 45 pasal 33. Sebenarnya, isu
privatisasi BUMN sudah mulai muncul secara bertahap sejak era Orde Baru. Waktu
itu, privatisasi sebagai bagian dari kebijakan liberalisasi ekonomi. Akiba
krisis ekonomi 1997-1998, dan keharusan pemerintah menanggung utang-utang dari
bank-bank swasta yang selanjutnya menyebabkan defisit APBN, maka pemerintah
diminta oleh IMF melalui letter of intent
memberlakukan Undang-Undang No.22 Tahun 2001 mengenai privatisasi BUMN sebagai
perusahaan Publik ( persero). Awal di privatisasi alah PN Pertamina yang di
ubah menjadi PT Pertamina pada tahun 2003. Keberhasilan privatisasi ini segera
dilanjutkan dengan penjualan saham milik pemerintah, misalnya PT Indosat. Kasus
PT Indosat ini mengundang kontroversial, terutama karena dijual kepada pihak asing,
yakni singapore Telcom dan Telemedia.
Privatisasi
BUMN telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Pihak
yang setuju dengan privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu
dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta meutup defisit APBN. Dengan
adanya privatisasi, diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara lebih
profesioanl lagi. Sedangkan pihak yang tidak setuju dengan privatisasi,
berargumen bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN
tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian
sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka beragrumen bahwa defisit anggaran
pemerintah harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN.
Pelaksanaan
privatisasi yang terjadi sampai saat ini masih terkesan rumit, berlarut-larut
dan tidak transparan. Dikatakan rumit, karena tidak adanya aturan yang jelas
tentang prosedur dan perlakuan yang berbeda. Pelaksanaan privatisasi juga
terkesan berlarut-larut. Keputusan yang sudah diambil pemerintah tidak bisa
dengan segera dilaksanakan, karena berbagai alasan. Keputusan untuk menentukan
pemenang tender privatisasi juga tidak ada aturan yang jelas, sehingga terkesan
pemerintah kurang transparan dalam proses privatisasi.
D.
Koperasi
1.
Sejarah
Koperasi
Seperti
telah dikatakn sebelumnya, selama sejarahnya koperasi sebenarnya bukanlah
organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan
organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris sekitar abad pertengahan.
Pada waktu itu misi utama berkopersi adalah untuk menolong kaum buruh dan
petani yang menghadapi masalah-masalah ekonomi dengan menggalang kekuatan
mereka sendiri. Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak kopersi di
NM, seperti Eropa dan AS sudah menjadi perusahaan besar.
2.
Perkembangan
di Dunia
Menurut
data dari CIA, di dunia saat ini sekitar 800 juta orang adalah anggota koperasi
dan diestimasi bahwa koperasi-koperasi secara total mengerjakan lebih dari 100
juta orang, 20 persen lebih dari jumlah yang diciptakan oleh
perusahaan-perusahaan multnasional.
Tidak hanya di NB yang berpendaatan
per kapitanya rendah, tetapi juga di NM, terutama di Amerika Utara, Eropa dan
Jepang, peran koperasi sangat penting. Hebatnya perkembanga dari koperasi di
negara-negara maju tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan
dengan ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi tersebut tidak hanya
mampu selama ini bersaing dengan perusahaan-perusahaan non-koperasi, tetapi mereka
juga meenyumbang terhadap kemajuan ekonomi di negara-negara kepitalis tersebut.
3.
Perkembangan
di Indonesia
Seperti
telah dibahas sebelumnya, sebagai soko guru perekonomian, ide dasar pembentukan
kopersai serng dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang
menyebutkan bahwa perekonomian disusun
sebagai usaha bersama bersadarkan atas asas kekeluargaan “. Dalam penjelasan
UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas
kekeluargaan itu adalah koperasi. Kata asas kekeluargaan ini, walau dapat
diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab asas pelaksanaan usaha
koperasi adalah juga kekeluargaan. Sebagian
besar dari jumlah provinsi di Indonesia memiliki jumlah koperasi aktif di atas
50 persen dan provinsi-provinsi tersebut berada di dalam kelompok pendapatan
rendah. Hanya ada tiga titik yang memberi kesan adanya suat korelasi positif
antara jumlah koperasi aktif dan tingkat pendapatan.
4.
Apakah
Koperasi Indonesia Mempunyai Prospek Baik ?
Dilihat
dari strukturnya, organisasi koperasi di Indonesia mirip organisasi
pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat
nasional. Hal ini telah menunjukan kurang efektifnya peran organisasi sekunder
dalam membantu koperasi primer, tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi
sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini sekarang harus diubah karena
adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang sejalan dengan proses
globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan ekonomi. Untuk mengubah arah ini,
hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar